Selasa, 21 Juni 2011

Keadilan Hukum di Indonesia

Penegakan Hukum di Republik ini lagi-lagi memperlihatkan kekonyolan. Konyol karena terpaku pada kalimat-kalimat tekstual. Juga konyol karena hukum hanya terampil buat orang-orang kecil, bahkan yang tergolong anak-anak. Contoh yang paling mutakhir adalah kasus yang dialami Deli Suhandi. Bocah yang berusia 14 tahun itu ditnagkap polisi karena dituduh mencuri voucher kartu perdana senilai 10 ribu di kawasan Johar Baru, Jakarta Pusat,pertengahan bulan lalu.
Bocah kelas dua sekolah menengah pertama itu sempat di tahan lebih dari tiga pecan di Rumah Tahanan Pondok Bambu, Jakarta Timur. Akibatnya Deli tidak bisa mengikuti ujian tengah semester.
Selasa (5/4), Deli sudah bisa kembali ke rumah karena pihak kejaksaan mengabulkan penangguhan penahanan tersangka kasus pencurian itu. Akan tetapi,proses hukumnya belum tuntas lantaran polisi ngotot membawa kasus itu ke pengadilan. Polisi ngotot menegakkan hukum terhadap bocah yang mencuri senilai 10 ribu tetapi tidak memperlihatkan kegigihan untuk membongkar rekening gendut para jenderal polisi yang milyaran rupiah. Inipun merupakan sebuah kekonyolan.
Yang jelas apa yang dialami Deli bukan kasus yang pertama dan terakhir. Tahnun 2006, wajah hukum di tanah air sempat digegerkan oleh kasus Raju, bocah berusia delapn tahun yang diadili oleh Pengadilan Negeri Stabat, Sumatera Utara, hanya gara-gara berkelahi dengan kakak kelasnya. Meski berbagai kalangan ketika itu mendesak proses penyidangan dihentikan, toh hakim lebih percaya dan patuh pada teks yang terdapat di UU Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman yang menyatakan hakim dilarang menghentikan proses penyidangan.

Jumat, 17 Juni 2011

Emosional Quotient (EQ)

Selama ini banyak orang menganggap bahwa jika seseorang memiliki tingkat kecerdasan intelektual (IQ) yang tinggi, maka orang tersebut memiliki peluang untuk meraih kesuksesan yang lebih besar di banding orang lain. Pada kenyataannya, ada banyak kasus di mana seseorang yang memiliki tingkat kecerdasan intelektual yang tinggi tersisih dari orang lain yang tingkat kecerdasan intelektualnya lebih rendah. Ternyata IQ (Intelligence Quotient) yang tinggi tidak menjamin seseorang akan meraih kesuksesan.
Daniel Goleman, seorang profesor dari Universitas Harvard menjelaskan bahwa ada ukuran/patokan lain yang menentukan tingkat kesuksesan seseorang. Dalam bukunya yang terkenal, Emotional Intelligence, membuktikan bahwa tingkat emosional manusia lebih mampu memperlihatkan kesuksesan seseorang.
Intelligence Quotient (IQ) tidak dapat berkembang. Jika seseorang terlahir dengan kondisi IQ sedang, maka IQ-nya tidak pernah bisa bertambah maupun berkurang. Artinya, jika seseorang terlahir dengan kecerdasan intelektual (IQ) yang cukup, percuma saja dia mencoba dengan segala cara untuk mendapatkan IQ yang superior (jenius), begitu pula sebaliknya. Tetapi, Emotional Quotient(EQ) dapat dikembangkan seumur hidup dengan belajar.
Kecerdasan Emosional (EQ) tumbuh seiring pertumbuhan seseorang sejak lahir hingga meninggal dunia. Pertumbuhan EQ dipengaruhi oleh lingkungan, keluarga, dan contoh-contoh yang didapat seseorang sejak lahir dari orang tuanya. Kecerdasan Emosi menyangkut banyak aspek penting, yang agaknya semakin sulit didapatkan pada manusia modern, yaitu:

1. empati (memahami orang lain secara mendalam)
2. mengungkapkan dan memahami perasaan
3. mengendalikan amarah
4. kemandirian
5. kemampuan menyesuaikan diri
6. disukai
7. kemampuan memecahkan masalah antar pribadi ketekunan
8. kesetiakawanan
9. keramahan
10 sikap hormat

Orang tua adalah seseorang yang pertama kali harus mengajarkan kecerdasan emosi kepada anaknya dengan memberikan teladan dan contoh yang baik. Agar anak memiliki kecerdasan emosi yang tinggi, orang tua harus mengajar anaknya untuk :

1. membina hubungan persahabatan yang hangat dan harmonis
2. bekerja dalam kelompok secara harmonis
3. berbicara dan mendengarkan secara efektif
4. mencapai prestasi yang lebih tinggi sesuai aturan yang ada (sportif)
5. mengatasi masalah dengan teman yang nakal
6. berempati pada sesama
7. memecahkan masalah
8. mengatasi konflik
9. membangkitkan rasa humor
10.memotivasi diri bila menghadapi saat-saat yang sulit
11.menghadapi situasi yang sulit dengan percaya diri
12.menjalin keakraban

Jika seseorang memiliki IQ yang tinggi, ditambah dengan EQ yang tinggi pula, orang tersebut akan lebih mampu menguasai keadaan, dan merebut setiap peluang yang ada tanpa membuat masalah yang baru.

Selasa, 14 Juni 2011

Pemberantasan Korupsi Hanya Ilusi

Komitemen pemerintahan SBY- Boediono tentang pemberantasan korupsi dinegeri ini masih menjadi sebuah pertanyaan besar, betapa tidak semangat yang berkobar diawal pemerintahan SBY yang lalu terasa kehilangan rohnya. Dimana diawal dibentuknya KPK oleh SBY, lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai momok yang menakutkan bagi para koruptor kelas kakap. Sehingga beberapa kalangan sempat meragukan eksistensi lembaga pemberantasan korupsi ini bisa berjalan mulus. Yang tidak kala menariknya lembaga penegak hukum merasa kewenangannya diambil alih oleh KPK. Setelah berjalannya waktu KPK yang dulunya menjadi harapan masyarakat sebagai satu-satunya lembaga yang bersih dari kepentigan elit politik ternodai dengan kasus yang menerpa Ketua KPK Antasari Azhar sebagai otak dibalik terbunuhnya Nazaruddin Syamsudin yang menjabat sebagai Direktur Putra Rajawali Bandaran. Dari peristiwa terbertik anggapan bahwa kasus yang menimpa Antasari merupakan Konspirasi orang-orang tertentu untuk menggombosi tubuh KPK. Mengacu pada draft revisi UU Tipikor yang diterima, Koordinator Bidang Hukum Lembaga Swadaya Masyarakat Indonesia Coruption Watch (ICW), Febridiansyah berpendapat dalam Revisi UU Tipikor tersebut, Pemerintah menghilangkan Pasal 2 UU Tipikor No.31 Tahun 1999. “ Menghilangnya pasal yang paling banyak digunakan aparat penegak hukum dalam menjerat koruptor. Pemberantasan korupsi dibawah kepemimpinan Presiden SBY hanya sebagai ilusi”. Ujar Febri dalam acara jumpa pers yang digelar di kantor ICW Jakarta
Menurutnya tidak adanya pasal tersebut akan merugikan pemberantasan korupsi yang sebagian besar masih bermodus perampokan asset negara atau keuangan negara. Ia juga menilai masih terdapat kesalahan tafsir oleh pemerintah terhadap terminology UNCAC (United Nation Against Corruption). “Penafsirannya semestinya menyatakan memperluas korupsi keuangan Negara menjadi keuangan publik. Sementara pemerintah tidak menafsirkan kerugian Negara”.
Untuk itu ICW menyatakan sikapnya dengan menolak revisi UU Tipikor versi Pemerintah. UU Tipikor yang disiapkan pemerintah berpotensi menjadi salah satu alat pelemah pemberantasan korupsi dan mengurangi kewenangan KPK
ICW juga meminta pemerintah untuk lebih fokus menuntaskan berbagai persoalan hukum dan korupsi yang penanganannya masih berlarut-larut hingga saat ini, seperti kasusu Gayus Tambunan, Rekening gendut POLRI dan skandal Bank Century

Sumber: http://id.shvoong.com/writing-and-speaking/presenting/2174150-pemberantasan-korupsi-hanya-ilusi/#ixzz1PMwZ6DdO

Pengertian,Tujuan dan Ruang Lingkup Kewirausahaan

Di negara-negara maju, salah satu tolak ukurnya adalah jika sebagian besar warganya memilih jalur wirausaha ketimbang memilih jalur sebagai pamong atau abdi negara. Jika di tilik dari makna wirausaha, maka dapat di defenisikan sebagai berikut
Pengertian Wirausaha :
Orang yang mempunyai kemampuan melihat dan menilai kesempatan bisnis, mengumpulkan
sumber daya yang dibutuhkan guna mengambil keuntungan dan tindakan yang cepat dalam
memastikan kesuksesan.
Pengertian Kewirausahaan :
Semangat , sikap, perilaku dan kemampuan seseorang dalam menangani usaha atau kegiatan
yang mengarah pada upaya cara kerja teknologi dan produk baru dengan meningkatkan
efisiensi dalam rangka memberikan pelayanan yang lebih baik dan keuntungan yang lebih
besar.
Tujuan Kewirausahaan:
•Meningkatkan Jumlah wirausaha yang berkualitas
•Menyadarkan masyarakat atau memberikan kesadaran berwirausaha yang tangguh dan kuat
terhadap masyarakat
•Menghasilkan kemajuan dan kesejahteraan masyarakat
•Membudayakan semangat, sikap, perilaku dan kemampuan kewirausahaan di kalangan
masyarakat
Ruang Lingkup
•Lapangan Agraris
•Lapangan Peternakan
•Lapangan Perkebunan
•Lapangan Pemberi jasa
•Lapangan Pertambangan dan energi
•Lapangan Industri dan Kerajinan

Sumber: http://id.shvoong.com/writing-and-speaking/presenting/2108019-pengertian-tujuan-dan-ruang-lingkup/#ixzz1PMvRr6jN

Defenisi Persekutuan

Maatschap atau biasa disebut Persekutuan Perdata adalah salah satu bentuk persekutuan yang diatur dalam Bab VIII Bagian Satu Buku III KUH Perdata (Pasal 1618 dan seterusnya). Menurut pasal 1618 KUH Perdata, maatschap adalah suatu perjanjian dua orang atau lebih yang mengikatkan diri untuk memasukkan sesuatu kedalam persekutuan dengan maksud membagi keuntungan yang terbit dari padanya kemudian menurut pasal 1619 bahwa masing-masing sekutu diwajibkan memasukkan uang, barang-barang ataupun kerajinan ke dalam persekutuan.

Jumat, 10 Juni 2011

Defenisi Perjanjian dan Contoh Perjanjian Kerja

Istilah perjanjian sudah tidak asing bagi kita,karena hampir sebagian besar aktivitas kita menjadikan perjanjian sebagai suatu sarana untuk berbisnis atau bertransaksi. Untuk lebih jelasnya memahami apa sesungguhnya perjanjian itu,perjanjian adalah suatu peristiwa dimana pihak yang satu mengikatkan dirinya kepada pihak lainnya untuk melaksanakan sesuatu. dengan kata lain perjanjian merupakan salah satu sumber yang paling banyak menimbulkan perikatan karena hukum perjanjian menganut sistem terbuka sehingga anggota masyarakat bebas untuk mengadakan perjanjian dan UU hanya berfungsi untuk melengkapi perjanjian yang dibuat oleh masyarakat.

Minggu, 05 Juni 2011

Defenisi Hukum

Definisi/pengertian tentang “hukum”,dapat kita temui dari kamus, ensiklopedi ataupun dari suatu aturan perundang-undangan.Untuk melihat apa yang dimaksud dengan hukum, berikut akan diurai definisi “hukum” dari beberapa aliran pemikiran dalam ilmu hukum yang ada, sebab timbulnya perbedaan tentang sudut pandang orang tentang apa itu “hukum” salah satunya sangat dipengaruhi oleh aliran yang melatarbelakanginya.

Keterpurukan Penegakan Hukum di indonesia

Menurut Satjipto rahardjo, sejak hukum modern semakin bertumpu pada dimensi bentuk yang menjadikannya formal dan procedural, maka sejak itu pula muncul perbedaan antara keadilan formal atau keadilan menurut hukum disatu pihak dan keadilan sejati atau keadilan substansial di pihak lain. Dengan adanya dua macam dimensi keadilan tersebut, maka kita dapat melihat bahwa dalam praktiknya hukum itu ternyata dapat digunakan untuk menyimpangi keadilan subsatansial. Penggunaan hukum yang demikian itu tidak berarti melakukan pelanggaran hukum, melainkan semata-mata menunjukkan bahwa hukum itu dapat digunakan untuk tujuan lain selain mencapai keadilan. Dijelaskan oleh Prof. Dr. Satjipto Raharjo, SH., progresivisme bertolak dari  pandangan kemanusiaan, bahwa manusia dasarnya adalah baik, memiliki kasih saying serta kepedulian terhadap sesama sebagai modal penting bagi membangun kehidupan berhukum dalam masyarakat. Namun apabila dramaturgi hukum menjadi buruk seperti selam ini terjadi di Negara kita, yang menjadi sasaran adalah para aparat penegak hukumnya, yakni polisi, jaksa, hakim dan advokat. Meskipun, apabila kita berfikir jernih dan berkesinambungan, tidak sepenuhnya mereka dipersalahkan dan didudukan sebagai satu-satunya terdakwa atas rusaknya wibawa hukum di Indonesia.