Hukum

Keadilan Hukum indonesia

Penegakan Hukum di Republik ini lagi-lagi memperlihatkan kekonyolan. Konyol karena terpaku pada kalimat-kalimat tekstual. Juga konyol karena hukum hanya terampil buat orang-orang kecil, bahkan yang tergolong anak-anak. Contoh yang paling mutakhir adalah kasus yang dialami Deli Suhandi. Bocah yang berusia 14 tahun itu ditnagkap polisi karena dituduh mencuri voucher kartu perdana senilai 10 ribu di kawasan Johar Baru, Jakarta Pusat,pertengahan bulan lalu.
Bocah kelas dua sekolah menengah pertama itu sempat di tahan lebih dari tiga pecan di Rumah Tahanan Pondok Bambu, Jakarta Timur. Akibatnya Deli tidak bisa mengikuti ujian tengah semester.
Selasa (5/4), Deli sudah bisa kembali ke rumah karena pihak kejaksaan mengabulkan penangguhan penahanan tersangka kasus pencurian itu. Akan tetapi,proses hukumnya belum tuntas lantaran polisi ngotot membawa kasus itu ke pengadilan. Polisi ngotot menegakkan hukum terhadap bocah yang mencuri senilai 10 ribu tetapi tidak memperlihatkan kegigihan untuk membongkar rekening gendut para jenderal polisi yang milyaran rupiah. Inipun merupakan sebuah kekonyolan.
Yang jelas apa yang dialami Deli bukan kasus yang pertama dan terakhir. Tahnun 2006, wajah hukum di tanah air sempat digegerkan oleh kasus Raju, bocah berusia delapn tahun yang diadili oleh Pengadilan Negeri Stabat, Sumatera Utara, hanya gara-gara berkelahi dengan kakak kelasnya. Meski berbagai kalangan ketika itu mendesak proses penyidangan dihentikan, toh hakim lebih percaya dan patuh pada teks yang terdapat di UU Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman yang menyatakan hakim dilarang menghentikan proses penyidangan.
Perilaku para punggawa hukum dalam kasus Raju dan Deli menunjukkan buruknya kearifan penegak hukumdi negeri ini. Mereka justru ‘rajin’ memijahijaukan anak-anak. Kerajinan itu tampak pada data Komisi Perlindungan Anak Indonesia menyebutkan setiap tahun setidaknya ada 7.000 anak-anak yang harus menjalani persidangan karena terlibat berbagai tindakan kriminalitas. Bahkan 6.300 di antaranya mseti menjalani kerasnya kehidupan dibalik bui.
Fakta itu seakan menunjukkan bahwa para penegak hukum percaya pengadilan dan penjara merupakan tempat belajar budi pekerti yang baik bagi anak-anak. Ini keyakinan yang sangat konyol, karena kenyataan pemenjaraan justru memperburuk perkembangan anak. Penjara adalah sekolah kriminal paling canggih dinegeri ini, baik untuk orang dewasa apalagi untuk anak-anak.

Sumber: http://id.shvoong.com/writing-and-speaking/presenting/2155385-keadilan-hukum-di-indonesia/#ixzz1Px1Qh16E